TRUE LOVE IF LOSE
Mentari senja
menerpa hangat tubuhku. Bak keemasan memenuhi bola mataku. Gemuruh
ombak memecah karang yang kupijaki. Memercikkan aroma laut yang dingin.
Tak peduli kencangnya angina yang menghantamku. Sebisa mungkin aku
tegak bertahan Jika aku bias bicara pada laut, kupikir akan sedikit
membuang kesendirianku. Tapi seberapa besarpun ‘kesendirian’ itu aku
sendiri tak bisa mengungkapkan, aku ingin bercengkrama dengan laut.
Ketika
gulungan ombak memecah dihadapanku, telingaku berdengaing. Pecahan
debur mengajakku menengok jejak dibelakangku. Hanya suara gemuruh
pertamakali kudengar. Pikiranku kosong, padahal jelas aku sedang
melakukan pekerjaan di kelas bersama teman”ku membuat kejutan untuk
Miwa. Seorang siswi yang sangat special di SMU Ryukasa. Dia mengalami
kecelakaan 1 bulan yang lalu, keadaannya parah, lalu dirujuk ke
Amerika. Tak banyak yang bias kulakukan untuknya, kecuali hanya do’a.
teman-temankulah yang bias mengerti seberapa khawatir dan takutnya aku
pada Miwa. Seluruh isi SMU ini tahu aku dan Miwa adalah pasangan cinta
sejadi yang tak terpisahkan. Begitulah, Karena aku sangat mencintainya.
Dan kini taka ada siapapun yang bias menghalangiku menyambut kembali
cinta sejatiku.
“Sebentar lagi Miwa akan kembali, dan kelas ini akan terasa lengkap lagi. Karena sang ibu telah kembali pada si Ayah”,celetoh Naoko yang begitu semangat memasukkan potongan kecil ke cawan sedang. Aku yang menggunting kertas warna itu hanya tersenyum.
“Sebentar lagi Miwa akan kembali, dan kelas ini akan terasa lengkap lagi. Karena sang ibu telah kembali pada si Ayah”,celetoh Naoko yang begitu semangat memasukkan potongan kecil ke cawan sedang. Aku yang menggunting kertas warna itu hanya tersenyum.
“Apa-aaan
kau ini, kau piker mereka akan menerimamu sebagai anaknya” bantah
Kojiro sembari mendorong bahu Naoko. Tak terelak lagi, potongan
potongan kecil yang memenuhi kedua tangannya berhamburan kemana-mana.
Naoko pun geram, “ko-ji-ro! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!”. Melihatnya
marah, kojiro berlari dan ahirnya mereka saling kejar-kejaran di dalam
kelas.
“Dasar
anak kecil.” Ujar Natsuki membantuku. Aku hanya senang. “tapi mereka
menyenangkan, bukan?”kataku. “Hey, Hajime, kau tahu Miwa mengalami
amnesia?”. Tiba-tiba aku tersentak mendengarnya. Bola mata di balik
lensa negatifnya itu memandangku tajam membisukan bibirku.
“Dia
tidak bias mengingat kita semua.” Lanjut Natsuki. Tenggorokanku semakin
sakit. Pikiranku melayang, membayangkan apa yang seharusnya tidak
kubayangkan. Seketika jantungku berhenti berdetak mendengar tawanya
meledak dalam keriuhan kelas. Ia berhenti mentertawakanku.
“Hah?”
Aku melongo tak paham dengan kejutan Natsuki. “Lihat wajahmu terlihat
bodoh Hajime, huahaha.”, aku menggeram, tapi dia tak terhenti
menertawakanku.“baiklah, baiklah. Jangan marah. Kau tak akan menyambut
Miwa dengan wajah menyala seperti itu kan.” Ujarnya mengledek.
“Katakana
jika itu bohong.” Perintahku. “Ya, tentu saja. Kudengar dia
mengalaminya, tapi sudah kemali normal.” Jawaban Natsuki cukup untuk
meyakinkanku menghadapi hari ini.
“HEY,
MIWA DATANG!” Teriakan keras Takeshi Tiba-tiba membuat seluruh murid
terburu” mempersiapkan segalanya, termasuk aku. Semuanya telah
berkumpul di depan pintu. Memegang cawan berisi kertas. Tapi tidak
untukku. Pita pink membungkus kotak kado denggan anggun di atas tangan
ku, kau tahu. Jantungku berdebar debar tak karuan.
Satu
langkah Miwa menginjakkan kaki melewati pintu lelas. Serentak sorakan
bagahia menghambur bersama potongan-potongan kertas berwarna. Telihat
wajah Miwa yang kaget dan senang. Tak tak henti-hentinya tersenyum.
“Selamat dating kembali Miwa.”kata itu terdengar bersahut-sahutan menyambutnya.
“Hey Miwa, kau masih ingat dengan aku kan?” Tanya Nasuki memulai.
“Tentu saja Nasuki, aku tidak lupa dengan kalian.” Jawab Miwa.
“Selamat dating kembali Miwa” ujarku menyodorkan kado untuknya.
“Aku sangat merindukanmu”tambahku.
“Haa, terimakasih.” Girang miwa sebmari menerimanya.
“Kau
pasti murid baru ya, senang sekali aku bias menenalmu” ujar Miwa.
Pertanyaan itu tiba-tiba membuat kening ruangan. Aku terlonjak kaget
mendengarnya. Apakah Miwa juga mengenalku hari ini.
“Apa yang kau katakana?” Tanyaku gemetar.
“Hey Miwa, kau tak mengenalinya?”sahut Naoko.
“Benarkah
kita pernah berpapasan sebelumnya?”Tanya miwa padaku. Darahku serasa
berhenti mengalir, tubuhku enggan digerakkan. Tenggorokankupun terasa
kering.
“Tunggu dulu, kau benar-benar amnesia pada Hajime” Tanya Natsuki.
“Haa, kalian bercanda” Jawab Miwa.
“Apa..!” Gumamku
“Maksudku Amnesia pada Hajime”, sahut Natsuki lirih.
“Jadi
namamu Hajime ya, ternyata orang yang kulihat itu kau, mungkin aku lupa
pada wajahmu”. Seisi kelasberbisik tak mengerti dengan sikap Miwa.
Hanya aku yang terhapus dari memoinya. Tak ada lagi yang bias
diharapkan dari keadaan ini.
“Yaa,
namaku Hajime Hyuga, senang melihat kau sudah sembuh” ujarku berat.
Miwa hanya tersenyum. Dada ini terasa sesak untuk menerima. Tanganku
tak bias menyentuhnya. Aku adalah nil dipikirannya. Hal yang
menyakitkan dan bukan mimpi .
Pwlasaran
dari sensei yoko pun berlangsung lancer. Meskipun semua murid duduk
disampingnya membawa suasana yang berbeda. Lebih mengerikan dari poada
yang aku bayangkan. Dia benar-benar lupa denganku. Aku hanya membisu
menghadapinya. Perasaan ini terasa perih tergores pisau tajam yang tak
pernah kurasakan sebelumnya.
Dering bunyi istirahat melengking tajam ditelingaku. Segera murid-murid berhamuran keluar ke kantin. “Mau ke kantin?” ajak Miwa.
“Apa?
Ah tidak” bantahku cepat. Dea langsung mengangguk dan pergi. Aku
memandanginya sampai lenyap di balik pintu dah, segera aku terlonjak
untuk mengejarnya. “Kita pergi bersama” cetusku berjalan disampingnya.
Miwa menggumam setuju.
“Apa kau menyukai pantai?” tanyaku memulai sembari berjalan.
“Tentu saja aku sangat menyukainya, sejak kecil aku selalu bermain disana” jawabnya girang.
“Benarkah? Kau pasti punya teman bermain kan?”
“Ya,” Jawabnya pendek.
“Siapa?” tanyaku penuh harapan.
“Kenapa?” tanyanya kembali.
“Ah, tidak , tidak. Hanya . . .” ujarku bingung.
“Aku hanya alergi lau” jawabku cepat.
“Begitu ya.”
Jawabku
yang singkat. Ternyata ini bukan permainan untukku. Miwa menghapusku
sampai tak tersisa. Aku sendiri tak punya keberanian mengatakan diriku.
Tak ingin dia bingung dan membenciku. Sepanjang lorong menuju kantin
dia berbicara padaku. Seperti bicara pada orang mati yang jelas-jelas,
aku tahu dia tidak akan bias kembali.
“Tunggu miwa” perintahku. Dia berhenti melangkah dan menatapku. Ukiran mata tetap khas sebagai miwa “Ada apa?”
“Maukah kau pergi ke festival musim panas denganku besok?” tanyaku ragu.
“E… Maafkan aku Hajime kun, tapi aku sudah dengan kekasihku” jawabnya menyesakkanku.
“baiklah aku yang memaksa” ujarku berat.
“HEY, MIWA!” Teriakan Shinji membuyarkan kepalaku. Dia berlari mendekati kami.
“Sinji..” ujar Miwa senang.
“Ku dengar kau sudah kembali, senang melihatmu lagi.” Kata Shinji.
“Aku
merindukanmu Shinji. Oh ya, besok kita pergi bersama ke festival
ya?”ajak Miwa. Tiba-tiba jantungku serasa berhanti berdetak.
“Apa!” sinji berseru kaget.
“Pasti mau . .” rayu Miwa.
“E.. tapi kan seharusnya kau…” Belum sempat menyelesaikan kalimatny, tak peduli aku menangkasnya.
“Selamat yaa.” Ujarku. Terlihat Shinji kebingungan dengan tingkahku.
“Selamat yaa.” Ujarku. Terlihat Shinji kebingungan dengan tingkahku.
“Ehm,,
Miwa kau bias pergi duluan”kata Shinji. Miwa mengangguk setuju. Begitu
miwa tak terlihat, Shinji menarik kerah bajuku lalu mendorongku ke
tembok. “Kau bodoh ya..” ujar shinji. “Tidak, kau tidak tahu” seruku
marah. “ku tahu Hajime” ujarnya melepaskan cengkramannya. “secepat itu
menyebar?” tanyaku..”aku harus melakukan apa, aku tidak ingin dikatakan
memanfaatkan peluang demi sebuah cinta yang bukan untukku, aku tidak
ingin menghianatimu. “Dia untukmu” celetusku. “Hajime…”
“Aku
sendiri tak bias melakukan apa-apa, cukup dia bahagia disisimu.” “kau
melepaskan semudah itu?” “lalu aku harus berbuat apa, tidak mungkin
jikaaku menyakitinya” bantahku.
“Aku
tidak bias melakukannya!” “Kau mencintainya bukan, hanya kau yang bias
membuatnya tersenyum, Lakukanlah !” Rasanya aku ingin menangis
melepaskan Miwa. Tapi semua sudah ditentukan. Shinji memelukku erat
seraya berkata, “aku yakin dia akan kembali untukmu” kata-kata itu
terus terngiang, hanya harapan sekecil itu yang ku genggam. Tak
kusadari air mataku terah menetes, berbaur deburan ombak. Hai laut,
membisakkan kata yang melangkah untukku? Hanya Miwa dan cinta sejati
yang hilang.
By. Rustanti TKJ2 09 Skansaba
|